
04 Feb Kondisi Buruh Sawit di Kalimantan Barat dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi dengan luas perkebunan sawit yang terus meningkat setiap tahunnya. Perkebunan kelapa sawit menjadi sektor utama yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, dengan jutaan buruh terlibat dalam rantai produksi dari hulu hingga hilir. Namun, di balik besarnya kontribusi industri ini terhadap perekonomian nasional, terdapat berbagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dialami oleh buruh sawit. Buruh di sektor ini sering kali menghadapi kondisi kerja yang tidak layak, upah yang rendah, status kerja yang tidak jelas, serta minimnya perlindungan sosial dan kesehatan.
1. Hubungan Kerja yang Tidak Jelas
Banyak buruh sawit di Kalimantan Barat bekerja tanpa kontrak kerja yang sah, menjadikan mereka rentan terhadap pemutusan hubungan kerja sepihak tanpa kompensasi. Mereka yang bekerja bertahun-tahun tetap berstatus sebagai buruh harian lepas (BHL) atau karyawan harian lepas (KHL), meskipun pekerjaannya bersifat tetap. Tanpa kontrak yang jelas, buruh kehilangan hak atas jaminan sosial, pesangon, dan perlindungan hukum dari pemerintah.
Selain itu, perusahaan juga sering kali merekrut buruh dari luar daerah dengan janji upah tinggi dan fasilitas yang layak. Namun, kenyataannya, mereka dihadapkan pada situasi kerja yang jauh dari janji awal. Bahkan, dalam beberapa kasus, identitas mereka ditahan sebagai bentuk kontrol agar tidak dapat meninggalkan pekerjaan.
2. Upah Rendah dan Beban Kerja Berat
Perhitungan upah buruh sawit sering kali lebih rendah dibandingkan dengan ketentuan pemerintah. Banyak buruh dipaksa bekerja lembur tanpa kompensasi yang sesuai, sementara pemotongan upah dilakukan secara sepihak dengan berbagai alasan. Target kerja yang tinggi juga membuat buruh harus bekerja lebih dari jam kerja normal tanpa tambahan insentif.
Sistem upah berbasis hasil yang diterapkan oleh banyak perusahaan juga membuat buruh harus bekerja melebihi kapasitas fisiknya untuk mencapai target yang ditetapkan. Jika mereka gagal memenuhi target, upah yang diterima dapat dipotong atau bahkan tidak dibayarkan sama sekali.
3. Minimnya Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Salah satu bentuk pelanggaran HAM yang paling nyata adalah kurangnya perhatian terhadap kesehatan dan keselamatan kerja buruh sawit. Banyak buruh bekerja tanpa alat pelindung diri (APD) yang memadai, terutama mereka yang menangani bahan kimia berbahaya seperti pestisida. Buruh penyemprot, misalnya, sering kali tidak diberikan masker atau sarung tangan yang layak, sehingga mereka rentan terhadap penyakit akibat paparan bahan kimia.
Kasus kecelakaan kerja juga kerap terjadi, tetapi perusahaan sering kali mengabaikan tanggung jawabnya. Contohnya, seorang buruh yang kehilangan penglihatan akibat terkena serbuk sawit di mata tidak mendapatkan kompensasi atau perlindungan dari perusahaan. Buruh yang sakit parah, seperti yang terkena Tuberculosis (TBC), bahkan diberhentikan dari pekerjaannya tanpa pesangon.
4. Pembatasan Kebebasan Berserikat
Meskipun kebebasan berserikat dijamin dalam hukum nasional dan konvensi internasional, banyak buruh sawit di Kalimantan Barat mengalami intimidasi ketika mencoba membentuk atau bergabung dengan serikat buruh. Perusahaan sering kali membentuk serikat buruh internal yang dikendalikan oleh manajemen, sehingga tidak benar-benar membela kepentingan buruh. Buruh yang aktif dalam serikat independen sering kali diancam, dimutasi ke lokasi yang lebih jauh, atau bahkan dipecat.
5. Pekerja Anak dan Kerja Paksa
Praktik eksploitasi buruh anak masih ditemukan di perkebunan sawit Kalimantan Barat. Dalam beberapa kasus, anak-anak ikut bekerja membantu orang tua mereka di kebun sawit untuk memenuhi target kerja. Hal ini terjadi karena sistem upah berbasis hasil memaksa buruh untuk melibatkan seluruh anggota keluarganya agar mendapatkan penghasilan yang cukup.
Selain itu, beberapa perusahaan diketahui melakukan praktik perdagangan orang (TPPO), di mana buruh dari luar daerah direkrut dengan janji upah tinggi tetapi kemudian diisolasi dan dipaksa bekerja dalam kondisi yang tidak manusiawi. Banyak dari mereka tidak memiliki kebebasan bergerak karena identitas mereka ditahan oleh perusahaan.
6. Diskriminasi terhadap Buruh Perempuan
Buruh perempuan di sektor sawit juga menghadapi diskriminasi dalam berbagai bentuk. Mereka sering menerima upah yang lebih rendah dibandingkan buruh laki-laki, meskipun melakukan pekerjaan yang sama. Selain itu, pelecehan seksual di tempat kerja sering terjadi, tetapi perusahaan sering kali mengabaikan laporan tersebut. Buruh perempuan yang hamil juga sering kali diberhentikan tanpa alasan yang jelas atau tidak mendapatkan hak cuti melahirkan yang layak.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kondisi buruh sawit di Kalimantan Barat menunjukkan bahwa pelanggaran HAM dalam industri ini masih terjadi dalam skala luas. Mulai dari eksploitasi tenaga kerja dengan sistem kerja kontrak yang tidak transparan, upah rendah, kondisi kerja berbahaya, hingga pembatasan kebebasan berserikat, semua ini mencerminkan kurangnya perlindungan terhadap hak-hak buruh.
Untuk mengatasi masalah ini, beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah:
Meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap perusahaan yang melanggar hak buruh.
Mewajibkan perusahaan memberikan kontrak kerja yang sah kepada semua buruh.
Menetapkan sistem pengupahan yang adil dan transparan, sesuai dengan standar nasional.
Meningkatkan fasilitas kerja, termasuk penyediaan APD, akses kesehatan, dan tempat istirahat yang layak.
Melindungi kebebasan berserikat, agar buruh dapat menyampaikan keluhan tanpa intimidasi.
Menghapus praktik kerja paksa, termasuk penyekapan buruh dan penahanan identitas.
Menyediakan perlindungan khusus bagi buruh perempuan, termasuk mekanisme pengaduan kasus pelecehan seksual dan diskriminasi gender.
No Comments