OPINI: Petani Menjerit, Negara Mengimpor – Siapa yang Kita Lindungi?

OPINI: Petani Menjerit, Negara Mengimpor – Siapa yang Kita Lindungi?

Di pasar, harga timun hanya Rp2.000 per kilogram. Murah? Untuk sebagian orang, iya. Tapi coba balik pertanyaannya: berapa yang didapat petani dari harga semurah itu?
Dalam banyak kasus, petani hanya menerima Rp500–Rp1.000 per kilo. Ongkos panen saja tidak cukup. Maka jangan heran jika mereka memilih membiarkan hasil panen membusuk di ladang daripada menjual rugi. Ini bukan ironi—ini realita di negeri agraris bernama Indonesia.

Impor, Solusi Instan yang Menyakiti Petani
Pemerintah punya alasan klasik: impor dilakukan demi menjaga stabilitas harga dan pasokan nasional. Beras, gula, bawang—semuanya bisa masuk dalam daftar impor, bahkan di saat petani lokal sedang panen raya. Yang menyakitkan, impor justru dilakukan atas nama rakyat kecil, seolah-olah petani bukan bagian dari rakyat itu sendiri. Padahal mereka yang menanam, merawat, dan berharap dari ladang-ladang kecil itulah yang paling menderita ketika harga jatuh.

Rantai Panjang, Untung Hilang
Masalahnya bukan hanya di impor. Rantai distribusi yang panjang dan tidak adil membuat petani selalu jadi pihak terakhir yang menikmati hasil. Dari tengkulak, pedagang besar, hingga pedagang eceran—semuanya mengambil margin. Ketika harga di pasar Rp2.000, bukan berarti petani dapat segitu. Lebih menyakitkan lagi, negara seperti abai. Tidak ada perlindungan harga dasar. Tidak ada jaminan serapan hasil. Subsidi dan bantuan sering kali tidak sampai ke mereka yang benar-benar membutuhkan.

Kita Butuh Kebijakan yang Berpihak
Kalau negara benar-benar berpihak pada petani, maka:

  1. Impor harus dibatasi saat panen raya.
  2. Harga acuan beli dari petani harus ditegakkan.
  3. Negara harus hadir membeli hasil panen saat harga anjlok.
  4. Distribusi dan logistik pangan harus dibenahi agar lebih adil
  5. Serikat dan komunitas petani harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

Sudah saatnya kita berhenti mengukur keberhasilan hanya dari harga murah di pasar. Karena yang murah di meja makan kita, bisa jadi dibayar mahal oleh penderitaan petani.

Petani Butuh Perlindungan, Bukan Janji.
Mereka tidak minta dikasihani. Mereka hanya ingin harga yang adil, dan kebijakan yang memihak, bukan sekadar slogan dan pencitraan.

Sekian

 

Ditulis oleh: Dian

No Comments

Post A Comment