PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM BERKERLANJUTAN YANG INKLUSIF DENGAN PENERAPAN PERDA NO 6 TAHUN 2018 DI KALIMANTAN BARAT

PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM BERKERLANJUTAN YANG INKLUSIF DENGAN PENERAPAN PERDA NO 6 TAHUN 2018 DI KALIMANTAN BARAT

Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 tahun 2018 tentang moratorium perkebunan sawit secara resmi telah berakhir sedangkan kondisi di lapangan baik itu sebelum hingga berakhirnya moratorium perkebunan sawit masih jauh dari kata maksimal dalam pelaksanaannya. Pro dan kontra terhadap keputusan pemerintah Indonesia atas moratorium yang diperpanjang atau tidak, tidak menghasulkan keputusan apapun hingga Inpres itu sendiri berakhir masa berlakunya. Terlepas dari hal tersebut, masih ada ruang yang dapat dimanfaatkan khususnya Kalimatan Barat dengan adanya Perda Provinsi Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Usaha Berbasis Lahan berkelanjutan. Dimana yang kami ketahui Perda ini adalah pertama yang mengatur tata kelola usaha berbasis sumber daya alam untuk wajib menyediakan areal berhutan minimal 7 % dari ijin usaha yang diperoleh.

Perda Provinsi Nomor 6 Tahun 2018 kemudian dapat menjadi alat advokasi ditingkat tapak dan pemerintahan. Peraturan ini dapat diterapkan sebagai salah satu dorongan perbaikan tata kelola yang bertujuan untuk meningkatan kesejahteraan masyarakat dan keselestarian lingkungan terutama areal berhutan. Sehingga dapat mengujudkan capaian SDGs yang menjadi landasan memperkuat komitmen pemerintah daerah dalam mendorong kebijakan perubahan iklim.

Penerapan di sektor Perkebunan Sawit

Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu sentra perkebunan sawit di Indonesia. Berdasarkan catatan dari Kementrian Pertanian pada 2019, luas tutupan sawit di Provinsi Kalimantan Barat mencapai 1,8 juta hektar atau 11% dari total luas tutupan sawit di Indonesia yang mencapai 16,38 juta hektare. Namun berbanding terbalik dari segi produktivitas dan hasil, Kalimantan Barat adalah provinsi dengan produktivitas terendah dari 10 daerah lainnya. Secara ekonomi, investasi perkebunan sawit belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kabupaten atau daerah penghasil kelapa sawit. Ini terbukti dari angka kemiskinan yang masih tinggi terutama di wilayah desa/dusun yang terdapat didalam konsesi perkebunan sawit. Gubernur Kalimantan Barat, H. Sutarmidji, SH., M.Hum mengatakan 90% kemiskinan berada di konsesi perkebunan sawit.

Tidak hanya kemiskinan, Kalimantan Barat juga termasuk ke dalam provinsi yang menyumbang asap akibat dari kebakaran hutan dan lahan yang telah terjadi sejak tahun 1990- 2020. Berdasarkan data statistic KLHK tahun 2018 angka deforestasi di Kalimantan Barat mencapai 24,095 hektar, angka ini menunjukkan penurunan secara keseluruhan dari tahun 2018  namun, peningkatan  terjadi diareal kawasan hutan sebesar 1,952 hektar yang ditahun 2018 mencapai 13,157 hektar dan di 2019 mencapai 15.109 hektar.

Terbitnya Inpres Nomor 8 Tahun 2018 bak angin segar sebagai  upaya menekan laju deforestasi dan ketimpangan pada sector perkebunan kelapa sawit. Inpres ini memandatkan agar mengevaluasi izin-izin dan peningkatan produktivitas perkebunan sawit. Sayangnya Inpres moratorium sawit  kini telah berakhir, karena tidak di perpanjang oleh pemerintah pusat. Angin segar untuk memastikan Usaha berbasis lahan dan hutan tetap menjalankan prinsip-prinsip berkelanjutan di Kalbar, maka dapat melalui Perda Provinsi Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Usaha Berbasis Lahan berkelanjutan. Perda tersebut juga dapat terhubung dengan program pembangunan berkelanjutan dan capaian SDGs yang telah menjadi target pembangunan pemerintah. Jika sebelumnya implementasi kebijakan moratorium sawit ini terkendala karena belum terkoneksinya penerapan kebijakan moratorium pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten dalam menerapkan Inpres moratorium dalam rangka perbaikan tata kelola perkebunan sawit. Maka melalui Perda Nomor 6 Tahun 2018 diharapkan penerapan kebijakan moratorium yang telah berakhir masih memiliki kesempatan untuk dapat dilakukan secara partisipatif oleh Propinsi dan kabupaten. Kemudian melalui Perda Nomor 6 Tahun 2018 dapat menjadi jawaban dalam penyelesaian konflik agraria, peningkatan kesejahteraan petani mitra plasma perusahaan, Buruh perkebunan sawit dan petani kecil mandiri dan/swadaya.

Peran serta masyarakat dalam penerapan Perda Nomor 6 Tahun 2018 pun telah di atur di pasal 13 dan Peraturan Gubernur Nomor 137 Tahun 2020. Tentunya ini sangat baik, keterlibatan masyarakat dalam implementasi perda ini tidak hanya pada pemenuhan syarat oleh perusahaan dan pemerintah, namun benar-benar penerapan yang utuh dari mulai perencanaan sampai dengan pelaksanaan dari areal-areal yang akan ditetapkan untuk dijaga, dilestarikan, dilindungi dan menjadi bagian dari meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat serta perbaikan lingkungan.

Semangat Pemerintahan Sanggau Mengimplementasikan Perda Provinsi No. 6 Tahun 2018

Dua tahun sudah usia Perda Provinsi Nomor 6 Tahun 2018, kini sudah mulai nampak beberapa kabupaten yang akan mulai menerapkan perda ini untuk menata usaha-usaha pengelolaan sumber daya alam. Namun yang terpenting kemudian adalah bagaimana pemerintah di provinsi menjalankan perda ini secara konsisten, tidak ada lagi ego-ego sektoral di dalam menjalankannya. Menjalankan perda ini bukan hanya tugas dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan belaka, namun juga merupakan tugas semua OPD karena saling berkaitan. Mulai dari Dinas Perkebunan Dan Peternakan, Pertanian dan Hortikultura, Perdangangan, Industri dan ESDM, Koperasi dan UMKM, dinas PUPR, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa, Pemberdayaan Perempuan dan Anak, dan Bappeda. Tidak hanya OPD yang menjalankannya ini, namun juga lembaga legislatif yang memiliki fungsi pengawasan dan kewenangan anggaran. Jika Perda ini  dijalankan secara konsisten maka kita dapat menjadi provinsi terdepan dalam upaya-upaya pembangunan berkelanjutan. Apa lagi perda ini dapat kiranya menjadi rujukan dalam melakukan audit pada usaha-usaha berkelanjutan.

Gambar 1: Audiensi Lembaga Teraju Indonesia bersama Bappeda Sanggau

Menjadi yang pertama dan terdepan, itu telah mejadi semangat dan keinginan Pemerintah Kabupaten Sanggau dalam mengimplementasikan Perda Provinsi Nomor 6 Tahun 2018. Keinginan ini disampaikan oleh Kepala Bappeda Kabupaten Sanggau, Ibu Yulia Kaban, saat bertemu dengan Lembaga Teraju Indonesia, turut hadir dalam pertemuan tersebut dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan dan Perternakan. Tentunya ini menjadi kekuatan kita bersama tentang bagaimana implementasi perda ini dapat dilaksanakan di Kabupaten Sanggau, apalagi Sanggau adalah salah satu kabupaten yang memiliki sejarah panjang dalam usaha-usaha berbasis lahan dan hutan oleh investasi sejak tahun 1980an.

Apa yang menjadi keinginan Pemda sanggau yang disampaikan oleh Kepala Bappeda diperkuat dengan pernyataan Wakil Bupati Kabupaten Sanggau, Drs. Yohanes Ontot, M.Si, saat membuka acara seminar penguatan dan perlindungan wilayah masyarakat adat dalam menjaga kelestarian hutan berdasarkan Perda Provinsi Nomor 6 tahun 2018 di Kecamatan Toba.

“…harapan kita bagaimana menjadikan sumber daya alam di sekitar kit aini menjadi sumber yang mampu mendorong dan meningkatkan kehidupan ekonomi di wilayah masing-masing ….”

Secara geografis, tepat jika Pemerintah Daerah Kabupaten Sanggau akan mengimplementasikan Perda Nomor 6 tahun 2018. Jika berhasil dengan baik dalam penerapannya maka akan menjadi contoh bagi kabupaten-kabupaten yang di Kalimantan Barat bahkan Indonesia. Langkah awal yang dapat dilakukan minimal Pemda Sanggau mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup) untuk Implementasi perda ini sehingga dapat menjadi rujukan OPD Kabupaten Sanggau yang terkait, dalam menyusun dan menjalankan perda ini secara cepat dan terukur. Kekuatan Pemda Sanggau berikutnya telah ada perda tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Nomor 1 Tahun 2017 dan modal sosial masyarakat yang masih terjaga. Dengan adanya semangat yang kuat dari OPD Kabupaten Sanggau di perkuat dengan diterbitkannya Perbup, implementasi Perda Provinsi Nomor 6 Tahun 2018, di tambah dengan modal sosial dari masyarakat maka lengkap sudah untuk Kabupaten Sanggau menjadi yang terdepan dan terbaik dalam mengimplementasikan perda ini.

Gambar 2: Sungai Mendawak dengan sisi-sisinya masih terdapat pohon-pohon besar

Gambar 3. Pohon-pohon besar yang masih terdapat didalam hutan

1 Comment
  • Agustin
    Posted at 04:46h, 16 December Reply

    Hi, thank you for sharing

    Mari dukung UMKM Masyarakat Indonesia
    Salam literasi,
    walisongo.ac.id

Post A Comment