Perempuan Adat di Tengah Gempuran Ekspansi Investasi Sumber Daya Alam dan Perampasan Tanah.

Perempuan Adat di Tengah Gempuran Ekspansi Investasi Sumber Daya Alam dan Perampasan Tanah.

Ditengah ancaman perampasan tanah demi investasi eksploitasi sumber daya alam yang berdampak pada rusak dan hilangnya sumber daya alam hutan yang selama ini menjadi sumber tambahan pangan, obat-obatan, bahkan ekonomi masyarakat adat. Dampak lain yang kini semakin dirasakan oleh masyarakat adat adalah kenaikan suhu dan bencana yang timbul akibat perubahan iklim.

Berladang atau bertani merupakan salah satu bagian dari aktifitas masyarakat adat. Sebelum berladang masyarakat akan melakukan ritual yang bertujuan agar apa yang mereka lakukan memperoleh hasil yang baik. Ritual ini juga dilakukan setelah masa panen sebagai bentuk rasa syukur kepada tuhan (Jubata).

Dalam bertani/berladang, masyoritas yang turun melakukannya adalah kaum perempuan. Kegiatan ini dilakukan bersama-sama dengan perempuan-perempuan adat lainnya. Kini, sebagian lahan yang digunakan untuk berladang terkena dampak dari perubahan iklim serta lahan tani yang sebagian tertimbun limbah sisa tambang bauksit, produkfitas berladang/bertani menurun. Namun, semangat kaum perempuan untuk terus mengelola ladang terus ada untuk mengelola sisa lahan yang ada. Untuk menuju ke lokasi ladang tersebut, mereka harus melewati sungai dan hutan rawa yang masih ada.

Padi masih menjadi tanaman utama. Diproduksi dengan peralatan sederhana dengan cekatan perempuan-perempuan adat “menugal” atau melubangi permukaan tanah untuk ditanami bibit padi. Hasil produksi, selain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, sebagian juga dijual ke kampung-kampung terdekat jika terdapat kelebihan produksi. Dari tangan-tangan kuat inilah beras dan tanaman sayur lainnya yang dihasilkan menjadi makanan yang dihidangkan di atas piring dan meja makan kita.

 

Fakta dan Ancaman

Gagal Panen, tidak bisa mengelola lahan, panen sayur-mayur sebelum waktunya, penyakit yang tiba-tida datang, pencemaran air sungai dan udara akibat dari transportasi kendaraan truk-truk besar pengangkut. Ini yang telah dirasakan dan dialami oleh masyarakat adat, terutama kaum perempuan dan ibu-ibu adat.

Perubahan iklim yang dikarenakan hutan oleh investasi telah menjadi ancaman bagi keberlangsungan ladang-ladang masyarakat adat. banjir dan limpahan limbah pertambangan telah terjadi yang memaksa kaum ibu-ibu adat harus memanen awal tanaman sayur mayur mereka. Bahkan ada lahan pertanian pangan yang tertimbun limbah pertambangan bauksit, sehingga tanah tidak bisa diolah.

 

Apa yang dilakukan perempuan adat di Kecamatan Toba, Kabupaten Sanggau?

Kaum perempuan, terutama ibu-ibu yang masih berusia muda, memiliki kesadaran pentingnya berjuang mempertahankan wilayah adatnya beserta sumber daya alam yang memiliki. Mulai dari membangun kelompok tani dan mengaktifkan kembali kelompok tani. Kemudian terlibat aktif dalam diskusi-diskusi dan peningkatan kapasitas dilakukan oleh Teraju Indonesia. Sehingga menimbulkan kembali semangat dan kesadaran melindungi, menjaga, merawat dan memanfaatkan tanah dan sumber daya alam secara lestari.

 

Penulis: Said

Diterbitkan oleh: Teraju Indonesia

No Comments

Post A Comment