26 Jul PERNYATAAN SIKAP TERAJU INDONESIA
Atas Terjadinya Penculikan Tidak Manusiawi
Telah terjadi aksi penculikan tidak manusiawi yang dilakukan oleh puluhan orang berbaju preman, membawa senjata tajam dan pistol dengan mengendarai mobil sekuriti milik PT Toba Pulp Lestari (TPL). Penculikan tersebut terjadi pada Jonny Ambarita, Thomson Ambarita, Prado Tamba, Gio Ambarita dan Dosmar Ambarita.
Kelima korban penculikan tidak manusiawi tersebut merupakan Masyarakat Adat Sihaporas, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, yang terjadi pada pukul 03.00 WIB, tanggal 22 Juli 2024. Penculikan diduga ada kaitannya dengan konflik lahan antara Masyarakat Adat Sihaporas dengan PT TPL.
Pelaku melakukan aksi penculikan pada saat korban tertidur pulas. Puluhan orang tidak dikenal tersebut memukul kaki warga untuk membangunkan dan menangkap Masyarakat Adat Sihaporas tanpa ada alasan dan informasi yang jelas. Kemudian memborgol warga dan melakukan pemukulan, menendang dagu dan kepala sehingga Masyarakat Adat Sihaporas mengalami luka robek di kepala, lalu membawa lima orang masyarakat adat itu keluar kampung.
Nurinda Napitu, istri dari Jonny Ambarita, salah seorang Masyarakat Adat Sihaporas yang juga ikut dibawa, mengisahkan peristiwa tersebut. Nurinda Napitu dan juga anaknya yang masih SD dipiting dan diintimidasi karena mencoba menghalangi penculikan tersebut. Nurinda mengalami trauma melihat kejadian tersebut dan menceritakan peristiwa penculikan terhadap lima orang Masyarakat Adat Sihaporas. Nurinda diawal sempat di tahan dan diborgol, lalu dilepaskan kembali setelah mengetahui bahwa dia seorang perempuan, bersama anaknya yang masih kecil.
Perjuangan Masyarakat Adat Sihaporas dalam menuntut tanah adatnya yang diklaim menjadi areal konsesi PT TPL
Mulai tahun 1998 Masyarakat Adat Sihaporas sudah menyampaikan persoalan ini kepada pemerintah, namun tidak ada proses penyelesaian sampai saat ini. Dalam beberapa tahun terakhir pihak aparat sering mendatangi warga Sihaporas buntut dari masyarakat adat mengelola wilayah adatnya dan melarang aktivitas TPL di atas wilayah adat.
Hutan-hutan serta daerah aliran sungai yang dulunya hijau dan asri yang mana ketergantungan Masyarakat Adat Sihaporas terhadap alam sangatlah dekat. Namun aktivitas masif dan agresif perusahaan mengubah total landscape wilayah adat Sihaporas dan nyata kehadiran perusahaan tersebut menjadikan hidup Masyarakat Adat Sihaporas membuat mereka semakin tertindas. Sikap PT TPL tidak menghormati masyarakat lokal, kesewenang-wenangan perusahaan yang sudah puluhan tahun beroperasi di wilayah adat Sihaporas merupakan konflik yang sedang dihadapi Masyarakat Adat Sihaporas saat ini.
PT TPL Pelanggaran HAM Berat
Direktur Eksekutif Lembaga Teraju Indonesia, Agus Sutomo mengatakan, apa yang menimpa Masyarakat Adat Sihaporas merupakan kelalaian negara menyelesaikan konflik.
Masyarakat Adat Sihaporas sudah lama mengajukan pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat, dan sering bentrok dengan perusahaan. Namun, negara seperti tidak berbuat apa apa, seolah sengaja melakukan pembiaran.
Seharusnya negara hadir ditengah apa yang menjadi keinginan masyarakat adat, yang seharusnya berdaulat atas tanah atau wilayah adat mereka. Negara bukan hanya hadir karena adanya kepentingan investasi yang sejatinya banyak menimbulkan dampak negatif. Salah satunya menyebabkan konflik sosial dan kerusakan lingkungan hidup.
PT TPL juga diduga melanggar HAM karena bertindak sewenang-wenang dengan memanfaatkan kekuatan perusahaan dan negara untuk melakukan teror, intimidasi, kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat Sihaporas.
Untuk itu Lembaga Teraju Indonesia, menuntut:
Negara secepatnya melakukan pengakuan dan perlindungan hak-hak Masyarakat Adat Sihaporas termasuk wilayah adat mereka.
Bebaskan tanpa syarat kelima Masyarakat Adat Sihaporas yang ditangkap tanpa melalui prosedur.
Cabut izin PT TPL diwilayah adat Sihaporas yang jelas melakukan pelanggaran HAM berat.
Pelaku penculikan harus di tangkap dan di proses hukum
-Agus Sutomo-
No Comments