10 Apr PRESS RELEASE
Kades Entipan “Menjalan Tugas Membela Kepentingan Masyarakatnya Menuntut Hak Berujung Pada Laporan Pengaduan Oleh PT.KPI Ke Polisi”
Belum lepas dari ingatan kita kasus kriminilisasi masyarakat adat Dayak Long Betung, masyarakat adat Kinipan, masyarakat adat Dayak Agabag. Dimana para tokoh-tokoh masyarakat adat harus berhadapan dengan aparat keamanan demi mempertahankan wilayah kelola dan sumber-sumber hidup dan kehidupan. Begitu juga masyarakat pesisir yang harus berhadapan pula dengan aparat keamanan karena berjuang menuntut pencemaran sungai-sungai mereka akibat limbah pabrik CPO di Kabupaten Mempawah Kalimantan Barat, yang kini 1 orang masyarakatnya masih ditahan dengan tuduhan melakukan tindakan kekerasan terhadap salah satu aparat keamanan di saat demonstrasi.
Lagi dan lagi Pengaduan dan atau Laporan ke aparat keamanan menjadi senjata yang ampuh bagi perusahan perkebunan sawit dimanapun mereka beroperasi di wilayah Indonesia Raya tercinta. Kini salah satu kades di Desa Entipan, Kecamatan Semitau, Kabupaten Kapuas Hulu, diadukan oleh pihak perusahan PT. Kapuasindo Palm Industri (KPI), Kencana Group. Bertindak sebagai pelapor adalah Sdr. Agus Pamukas pada tanggal 04 Februari 2021, di Polres Kabupaten Kapuas Hulu. Laporan pengaduan terkait pelarangan panen buah sawit di areal plasma yang berada di Desa Entipan.
Sebelum masuk dalam kronologis, PT.KPI berdasarkan sumber agro.kemenperindak.go.id (Ditjen Industri Agro https://agro.kemenperin.go.id/berita/3-sinar-mas-grup-bangun-dua-pabrik-cpo) di awal merupakan anak perusahan PT. Sinar Mas Group VIII wilayah Kalimantan Barat. Disampaikan oleh CEO ada 11 anak perusahan PT. Sinarmas Group di Kapuas Hulu, di Kecamatan Semitau dan Suhaid yakni PT. Kartika Prima Cipta, PT. Duta Nusa Lestari dan PT. Paramita Internusa Pratama, di Kecamatan Badau PT. Benua Tunas Sejahtera, PT. Sentra Karya Manunggal, PT. Kapuasindo Palm Industri, PT. Sawit Kencana Kapuas dan PT. Citra Nusa Indonesia.
Kasus yang dilaporan pengaduan oleh pihak perusahan atas nama Sdr. Agus Pamungkas, berdasarkan kronologis yang kami himpun berawal pada akhir tahun 2020 bermula dari buruh yang berasal dari masyarakat Entipan, yang biasanya bekerja dengan diantar jemput oleh perusahaan, menjelang gajian tutup tahun di bulan Desember, angkutan buruh/karyawan berhenti selama kurang lebih satu (1) bulan. Lalu pada saat gajian di tanggal 30 Desember 2020, buruh/karyawan (masyarakat Entipan) yang ingin pulang dari Kantor Serawi Estate meminta diantar pulang ke kampung. Namun pada saat itu dengan berbagai macam alasan, permintaan tersebut tidak dipenuhi.
Kejadian inilah yang kemudian memicu masyarakat untuk memprotes keras kepada perusahaan dengan melakukan pemagaran jalan yang berlokasi di jalan poros menuju Serawi Estate, tepatnya di jembatan Empanang. Dengan tuntutan agar antar jemput karyawan kembali lancar. Selang beberapa hari dari pemagaran, Januari 2021 masyarakat mengamankan 1 unit traktor yang sedang mengangkut hasil panen di Dusun Entipan Hilir, Selupai. Pengamanan ini dilakukan dengan tujuan agar perusahaan segera melakukan perbaikan jalan yang selama ini menjadi rute traktor yang sebelumnya telah disepakati di Polsek Semitau. Dimana perusahaan berjanji bersedia melakukan pengerasan jalan dari arah Setikai menuju Serawi Estate dan jalan dari Dusun Entipan Hilir (Selupai) menuju arah kuari.
Kurang lebih 11 hari dari pemagaran jalan tersebut, masyarakat melalui Kepala Desa mengundang perusahaan untuk berdialog di desa. Perwakilan perusahaan yang hadir pada saat itu terdiri dari pelobi, kepala sekuriti, asisten, PJS manajer, askep plasma, pemitra, dan humas. Perwakilan perusahaan merupakan perwakilan dari 2 estate yaitu Serawi Estate dan Sungai Tawang Estate. Dalam dialog tersebut tawaran perusahaan atas tuntutan buruh/karyawan adalah buruh/karyawan tetap bekerja dengan tanpa jemputan karena menunggu traktor jemputan selesai diperbaiki dan portal atau pagar jalan dibuka. Permintaan buruh/karyawan untuk mereka tidak bekerja di lokasi yang jauh dan alat absen finger print diantar ke lokasi terdekat dengan lokasi karyawan bekerja.
Sedangkan untuk traktor yang diamankan, belum diserahkan karena belum ada upaya perbaikan jalan oleh perusahaan. Pasca pertemuan tersebut, setidaknya 2 kali humas dan kepala sekuriti mendatangi Kepala Desa untuk menjemput traktor. Traktor kemudian diserahkan setelah perusahaan membawa buldozer mini untuk melakukan perbaikan jalan. Akan tetapi setelah traktor diserahkan kembali, buldozer mini hanya bekerja efektif selama kurang lebih seminggu dan tidak ada pengerasan jalan sebagaimana yang telah dijanjikan dan disepakati oleh pihak perusahaan sampai saat ini.
Pada saat dialog berlangsung, kesempatan ini dipergunakan oleh masyarakat untuk mempertanyakan tentang lahan plasma. Terdapat 2 pertanyaan utama yang diajukan oleh masyarakat pada saat itu, pertama terkait produksi atau panen lahan plasma yang sampai saat ini belum ada hasilnya, sementara yang terlihat secara kasat mata oleh masyarakat panen sudah berjalan selama lebih kurang 2 tahun. Kedua, terkait penempatan lahan plasma masyarakat oleh perusahaan. Jawaban yang diberikan oleh perusahaan pada saat itu tidak memberikan kejelasan sama sekali dari 2 pertanyaan tersebut. Perusahaan hanya menyebutkan bahwa keduanya masih dalam proses.
Dampak dari pertanyaan masyarakat terkait lahan plasma, pada tanggal 21 Januari 2021, Koperasi Sawit (KOPSA) Serawi Estate dan Sungai Tawang Estate melakukan rapat yang kemudian menghasilkan keputusan yang intinya, pertama perusahaan menawarkan dana talangan untuk hasil panen lahan plasma masyarakat dengan nominal Rp. 50.000/hektar (bruto), kedua menyatakan bahwa pengerasan jalan akan segera dilakukan. Berangkat dari keputusan rapat KOPSA ini, pada tanggal 24 Januari 2021 masyarakat Desa Entipan bermusyawarah di Desa. Hasilnya, masyarakat bersepakat menolak skema dana talangan yang ditawarkan. Dan meminta kepada perusahaan untuk menempatkan lahan plasma di Desa Entipan.
Permintaan masyarakat terkait penempatan lahan plasma didasari oleh, pertama bahwa tidak ada kejelasan informasi yang disampaikan oleh perusahaan terkait penempatan lahan plasma masyarakat. Kedua, informasi yang diperoleh masyarakat dari keterangan KOPSA yang dinyatakan bersumber dari perusahaan bahwa penempatan seluruh lahan plasma Desa Entipan akan ditempatkan di Desa Bajau Andai, Kecamatan Empanang.
Pada tanggal 29 januari 2021, masyarakat Desa Entipan kembali mengundang perusahaan untuk secara khusus membahas lahan plasma dengan 2 pertanyaan utama terkait hasil lahan plasma dan penempatan lahan plasma. Keterangan humas perusahaan pada saat itu bahwa untuk ploting plasma pemerintah tidak ikut campur. Akan tetapi untuk penempatan lahan plasma, perusahaan sama sekali tidak memberikan jawaban. Terkait dana talangan yang ditawarkan, penjelasan pemitra perusahaan bahwa dana tersebut berupa hutang yang akan diberikan setiap bulan dengan nominal bruto tetap Rp. 50.000/bulan sampai lahan plasma masyarakat dinyatakan menghasilkan.
Dengan hasil pertemuan tersebut, maka masyarakat memutuskan untuk menolak dana talangan. Kemudian, dikarenakan perusahaan tidak bisa memberikan penjelasan terkait penempatan lahan plasma, maka masyarakat dengan terpaksa tidak dapat mengijinkan perusahaan melakukan panen di Desa Entipan sampai ada kejelasan dari perusahaan. Ini dilakukan dengan memasang tanda berupa tulisan yang berbunyi “dilarang panen di Desa Entipan” pada ruas jalan plasma yang berada di perbatasan Desa Keling Panggau dan Desa Entipan, tepatnya di sekitar Sungai Setikai.
Pada tanggal 15 Februari 2021, kepala sekuriti perusahaan dan anggotanya mendatangi kantor Desa dan menyampaikan bahwa kasus ini diadukan oleh perusahaan ke Polres Kapuas Hulu. Pada tanggal 22 Februari 2021, pada saat rapat koordinasi di Kabupaten, Kepala Desa dipanggil oleh Camat. Camat menyampaikan bahwa beliau dihubungi oleh orang yang mengaku dari Intelijen yang mempertanyakan kejadian penutupan jalan oleh masyarakat di Desa Entipan. Pada tanggal 5 Maret 2021, surat pemanggilan untuk meminta saran dan pendapat dari Kepala Desa Entipan terkait permasalahan masyarakat Desa Entipan dengan PT. KPI. Setelah undangan tersebut dipenuhi, di Polsek tidak ada perwakilan perusahaan yang hadir. Justru yang hadir pada saat itu adalah perwakilan dari KOPSA. Menurut Kapolsek, masalah ini akan diselesaikan di Polres.
Informasi dari Ketua KOPSA, bahwa ploting plasma tahap 2 penempatan lahan plasma Desa Entipan akan ditempatkan di Desa Bajau Andai dengan luas lebih kurang 400 hektar. Penempatan tersebut ternyata berada diluar ijin konsesi perusahaan.
Pada tanggal 8 dan 9 Maret 2021, komunikasi Kapolsek dan Kepala Desa Entipan, dimana Kapolsek menyampaikan bahwa mediasi rencananya akan dilaksanakan diantara beberapa pilihan, yaitu hari rabu 10-03-2021/jumat, 12-03-2021/sabtu, 13-03-2021 di Putussibau. Kemudian Kapolsek meminta portal segera dibuka sebelum mediasi, Kapolsek menelpon Kepala Desa dengan mengatakan bahwa pada tanggal 10-03-2021 kepala desa harus hadir di Polsek Semitau dengan membawa beberapa orang perwakilan masyarakat. Karena mediasi akan dilakukan bertepatan dengan hadirnya tim dari polres Kapuas Hulu. Permintaan tersebut mengandung penekanan bahwa kepala desa dan perwakilan masyarakat harus hadir, dengan tanpa adanya surat pemanggilan untuk mediasi.
Gambar: Pertemuan di kantor Desa dalam rangka pembukaan Portal, di lanjutkan pembukaan portal
Dari kronologis yang ada jelas Laporan pengaduan yang di Lakukan oleh Sdr Agus Pamungkas dari PT. KPI (group) PT.Kencana dapat di katakan melanggar, etik, karena proses mediasi sedang berjalan, dari proses tersebut portal telah di buka. Apa lagi pemasangan portal oleh masyarakat dampak dari ingkar janjinya perusahan dan tidak dapat memberikan lahan plasma masyarakat adat Dayak Kantuk Desa Entipan. Yang mana pertemuan dengan pihak perusahan di lakukan sudah sejak bulan desember 2020.
Sebagai kepala Desa maka Sdr. Sugianto punya kewenangan membela kepentingan masyarakatnya, yang telah sekian lama tidak mendapatkan bagi hasil sejak bermitra plasma dengan PT. KPI. Selaku Kades, Sdr. Sugianto telah menjalankan amanah UU Desa No 6 th 2014, UU Perkebunan 39 th 2014, UUHAM 39 th 1999. Jika merujuk pada kronologis maka yang terindikasi yang bersalah adalah Pihak PT.KPI selain melanggar UU, telah menyebabkan timbulnya kegaduhan di masyarakat Adat Desa Entipan dengan kebijakan yang di keluarkan oleh pihak manajemen PT.KPI (group) PT. kencana.
Selain itu PT.KPI telah melanggar kebijakan berkelanjutan baik itu mandatori yang ada di ISPO dan kebijakan pasar NDPE, yang mana menjadi salah satu Suplayer perusahan-perusahan yang memiliki kebijakan NDPE.
Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu tidak hanya mendengarkan sepihak dari perusahan apa yang terjadi namun juga harus mendengarkan secara lansung dari masyarakat adat Desa Entipan yang menuntut hak-haknya, karena sudah tertuang dalam UU fungsi, peran dan tugas yang harus di lakukan, bukan hanya menunggu laporan dari pihak perusahan saja atau setelah ada keributan/ kriminalisasi yang dialami oleh masyarakat. Bupati terpilih saat ini harus melakukan evaluasi secara keseluruhan atas investasi yang ada di Kapuas Hulu, baik invetasi perkebunan sawit, HPH, HTI dan juga investasi di kawasan hutan oleh negara, sehingga ada data yang kedepan dapat di gunakan untuk menciptkan iklim investasi yang lebih baik, yang mengedepankan Hak Asasi Manusia dan Lingkungan. Apalagi pemerintah Indonesia telah memiliki UU no 6 th 2016 salah satunya adalah penurun karbon, kemudian skema pembangunan yang berbasis SDGs. Sehingga evaluasi menjadi salah satu bahan dalam menentukan kebijakan kedepan di Kabupaten Kapuas Hulu.
ANALISA POIN PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH PT. KAPUASINDO PALM INDUSTRI
Agus Sutomo
Direktur Eksekutif Teraju Indonesia
Moses Thomas
Posted at 02:58h, 18 JuneMantap