Keanekaragaman Jenis Dan Struktur Vegetasi Hutan Mangrove Desa Semelagi Besar Kecamatan Selakau Kabupaten Sambas

Keanekaragaman Jenis Dan Struktur Vegetasi Hutan Mangrove Desa Semelagi Besar Kecamatan Selakau Kabupaten Sambas

(Species Diversity and Structure Mangrove Forest Vegetation at Semelagi Besar Village, Selakau District, Sambas Regency)

Salbianto

Abstract

Mangrove located in Semelagi Besar village is a secondary forest that grows naturally, but with various compositions and structures. As a secondary natural forest, the ecological and economic functions of the mangrove forest area must be preserved. This study aims to determine the diversity of vegetation species in the mangrove forest area in Semelagi Besar Village, Selakau District, Sambas Regency. The method used in this research is a systematic sampling method. The species of vegetation found in the mangrove forest location of Semelagi Besar Village are as many as 14 species. The diversity of mangrove vegetation species in Semelagi Besar Village is low, the species for the seedling level is Avicennia marina Forsk. Vierh., stake level is Ceriops decandra Griff. Ding Hou and Excoearia agallocha L. for tree level. The species of mangrove that has the highest INP for seedling level is Avicennia marina Forsk. Vierh., Derris tri foliata Lour., stake level is Ceriops decandra Griff. Ding Hou, Excoearia agallocha L., Avicennia marina Forsk. Vierh., and for the tree level are Avicennia lanata Ridley species. Based on the analysis results, the most dominant found in the mangrove forest of Semelagi Besar Village for the seedling level is Avicennia marina Forsk. Vierh., stake level is Ceriops decandra Griff. Ding Hou and for the tree level are Avicennia lanata Ridley species. From the data obtained, the evenness of mangrove vegetation species in the mangrove forest of Semelagi Besar Village is low.

Keywords: Semelagi Besar Village, Mangrove Forest, Diversity of Mangrove Species

Abstrak

Mangrove yang berada di Desa Semelagi Besar merupakan hutan sekunder yang tumbuhnya secara alami, namun dengan komposisi jenis dan struktur yang beraneka ragam. Sebagai hutan alam sekunder, fungsi hutan kawasan mangrove secara ekologi dan ekonomi harus tetap dilestarikan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data keanekaragaman jenis dan struktur vegetasi hutan mangrove di Desa Semelagi Besar Kecamatan Selakau Kabupaten Sambas. Penelitian dilakukan menggunakan metode survey dengan teknik sistematik jalur berpetak (line plot sampling) tegak lurus pantai. Jenis vegetasi yang dijumpai di lokasi hutan mangrove Desa Semelagi Besar adalah sebanyak 14 jenis, yang terdiri dari 3 genus. Keanekaragaman jenis vegetasi mangrove di Desa Semelagi Besar tergolong rendah, jenis untuk tingkat semai adalah Avicennia marina Forsk. Vierh., tingkat pancang adalah Ceriops decandra Griff. Ding Hou dan untuk tingkat pohon adalah Excoearia agallocha L. Jenis mangrove yang memiliki INP tertinggi untuk tingkat semai adalah Avicennia marina Forsk. Vierh., Derris tri foliata Lour., tingkat pancang adalah Ceriops decandra Griff. Ding Hou, Excoearia agallocha L., Avicennia marina Forsk. Vierh., dan untuk tingkat pohon adalah jenis Avicennia lanata Ridley. Berdasarkan hasil analisis yang paling dominan dijumpai pada hutan mangrove Desa Semelagi Besar untuk tingkat semai yaitu jenis Avicennia marina Forsk. Vierh., tingkat pancang adalah Ceriops decandra Griff. Ding Hou dan untuk tingkat pohon adalah jenis Avicennia lanata Ridley. Dari hasil data yang didapatkan, kemerataan jenis vegetasi mangrove pada hutan mangrove Desa Semelagi Besar termasuk rendah.

Kata kunci: Desa Semelagi Besar, Hutan mangrove, Keanekaragaman jenis mangrove

Pendahuluan

Menurut (Giri 2011) Indonesia memiliki hutan mangrove yang cukup luas yaitu 3.112.989 ha atau 22,6% total luas mangrove dunia bahkan lebih luas dibandingkan dengan Australia (7,1%) dan Brazil (7,0%). Luasan mangrove Indonesia lebih dari 30% telah hilang dalam kurun waktu tahun 1980-2005 (FAO 2007). Degradasi hutan mangrove di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor terutama alih fungsi hutan mangrove menjadi berbagai kegiatan pembangunan dan pertumbuhan pemukiman.

Hutan mangrove memberikan berbagai fungsi ekologi dan fungsi ekonomi bagi penduduk disekitarnya. Menurut (Muzaki 2012) dalam bukunya menyebutkan fungsi mangrove secara ekologi yaitu sebagai area memijah, asuhan, mencari makan, sarang dan istirahat bagi berbagai macam biota, termasuk burung pantai, ikan, udang, kepiting, reptil, dan mamalia. Fungsi secara ekonomis yaitu kayu mangrove merupakan bahan baku kayu bakar, bangunan dan arang yang sangat baik. Kayu mangrove juga dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industri tekstil, kertas, pengawetan makanan dan insektisida sementara itu, buah mangrove dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Penanaman mangrove seperti Rhizophora sp dan Avicennia sp (model silvofishery) pada lahan pertambakan dapat meningkatkan produktifitas tambak.

Desa Semelagi Besar adalah salah satu Desa di Kecamatan Selakau yang memiliki luas wilayah 15.72 km2 dan mempunyai garis pantai sepanjang 1.2 km dengan lebar pantai rata-rata 200 meter, namun berbeda halnya dengan lokasi penelitian yang berada di muara sungai Semelagi Besar yaitu kawasan hutan mangrove dari pantai hingga daratan mencapai 500 meter, sehingga memiliki kawasan hutan mangrove yang cukup luas. Mangrove yang berada di Desa Semelagi Besar merupakan hutan sekunder yang tumbuhnya secara alami, namun dengan komposisi jenis dan struktur yang beraneka ragam. Sebagai hutan alam sekunder, fungsi hutan kawasan mangrove secara ekologi dan ekonomi harus tetap dilestarikan.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data keanekaragaman jenis dan struktur vegetasi hutan mangrove di Desa Semelagi Besar Kecamatan Selakau Kabupaten Sambas. Hasil penelitian ini bisa dijadikan acuan untuk pembinaan dalam rangka pelestarian serta menentukan sistem silvikultur hutan mangrove di Desa Semelagi Besar.

Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan dimulai 29 Juni 2020 sampai 22 Juli 2020 pada Kawasan Hutan Mangrove di Desa Semelagi Besar Kecamatan Selakau Kabupaten Sambas. Objek dalam penelitian adalah semua vegetasi mangrove yang ditemukan dalam petak pengamatan meliputi: vegetasi tingkat semai, pancang dan pohon yang ditemukan pada kawasan hutan mangrove Desa Semelagi Besar. Bahan yang digunakan dala peneltian ini adalah vegetasi hutan mangrove Desa Semelagi Besar, sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peta lokasi penelitian, GPS, kamera, kompas, buku petunjuk identifikasi, meteran lapangan, tali rapia, parang, pita ukur/phiband, dan tallysheet. Penelitiann ini dilakukan menggunakan metode survei dengan teknik sistematik jalur berpetak (line plot sampling) tegak lurus pantai. Pelaksanaan penelitian ini menggunakan empat jalur dengan jarak antar jalur 150 meter. Selanjutnya pada setiap jalur dibuat petak pengamatan terdiri atas 2 meter x 2 meter untuk tingkat semai dan tingkat pancang 5 meter x 5 meter serta tingkat pohon 10 meter x 10 meter (Kusmana 1997). Jalur dibuat tegak lurus pantai dengan lebar 10 meter dan panjang sebagai berikut: jalur 1 panjang 470 meter, jalur 2 panjang 450 meter, jalur 3 panjang 400 meter dan jalur 4 panjang 380 meter. Plot pada jalur dibuat secara berkelanjutan, sehingga tidak ada jarak antar plot.

 

Analisis Data

Hasil pengumpulan data di lokasi penelitian diolah untuk menghitung indeks nilai penting (INP), indeks dominansi (C), indeks keanekaragaman jenis (H’) shannon-wiener, dan indeks kemerataan jenis (E) (Odum 1993). Indeks nilai penting (importance value index) adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominasi (tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan (Soegianto 1994). Spesies-spesies yang dominan (yang berkuasa) dalam suatu komunitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai penting yang tinggi, sehingga spesies yang paling dominan tentu saja memiliki indeks nilai penting yang paling besar. Nilai kerapatan relatif, frekuensi relative, dominasi relatif diperoleh dari rumus (Soerianegara dan Indrawan 1978): INP untuk tingkat semai = KR + FR dan INP untuk tingkat pancang dan pohon = KR + FR + DR.

Indeks dominansi (C) merupakan parameter yang digunakan dalam suatu komunitas untuk menyatakan tingkat terpusatnya dominansi suatu spesies. Menurut (Indriyanto 2006), penguasaan atau dominansi spesies dalam komunitas bisa terpusat pada satu spesies, beberapa spesies, atau pada banyak spesies yang dapat diperkirakan dari tinggi rendahnya nilai indeks dominansi. Nilai indeks dominansi yang tinggi pada suatu spesies, maka dominansi terdapat pada satu spesies. Nilai indeks dominansi yang rendah, maka dominansi terpusat pada beberapa spesies. Indeks dominansi berkisar antara 0-1, jika nilai C mendekati 0 (<0,5) maka tidak ada jenis yang dominan. Namun jika nilai C mendekati 1 (>0,5) maka terdapat jenis yang dominan. Metode perhitungan yang digunakan adalah rumus indeks dominasi Simpson (Odum 1996) dengan rumus:

Indeks keanekaragaman jenis merupakan ciri tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya. Keanekaragaman jenis dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas. Keanekaragaman jenis juga dapat digunakan untuk mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponen-komponennya. Kriteria indeks keanekaragaman jenis yaitu jika nilai H’ ≤ 1 maka keanekaragaman jenis rendah, sedangkan nilai 1 ≤ H'< 3 artinya keanekaragaman jenis sedang dan jika nilai H’ ≥ 3 maka keanekaragaman jenis tinggi. Indeks keanekaragaman menggunakan rumus Shannon-Wiener (Soegianto 1994) yaitu

Nilai indeks kemerataan jenis digunakan untuk mengukur derajat kemerataan individu suatu spesies dalam komunitas. Kemerataan menggambarkan keseimbangan antara satu komunitas dengan komunitas lainnya. Menurut (Magurran 1988), nilai kemerataan yang mendekati satu menunjukkan bahwa suatu komunitas semakin merata penyebarannya, sedangkan jika nilai mendekati nol maka semakin tidak rata atau rendah. Kriteria indeks kemerataan jenis yaitu jika E < 0,4 maka kemerataan jenis rendah, selanjutnya untuk nilai 0,4 < E < 0,6 artinya kemerataan jenis sedang. Namun jika nilai E > 0,6 maka kemerataan jenis tinggi. Indeks Kemerataan Jenis dapat ditentukan dengan rumus Barbour et al. (1987) yaitu

Hasil dan Pembahasan

Jenis Vegetasi Mangrove Desa Semelagi Besar

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, ditemukan 11 genus mangrove dengan total keseluruhan 14 jenis. Hasil penelitian ini ada persamaannya dengan Khairunnisa et al. (2020) yang melakukan penelitian hutan mangrove di Desa Dusun Besar Kabupaten Kayong Utara. Hasil penelitiannya menemukan 14 jenis vegetasi mangrove yang termasuk ke dalam 12 genus yaitu famili Avicenniaceae dan family Rhizoporaceae.

Tabel 1. Jenis-jenis vegetasi mangrove yang terdapat di Desa Semelagi Besar (Species of mangrove vegetation at Semelagi Besar Village)

NoGenusJenisKategori
1AcanthusAcanthus ilicifolius L.Mangrove sejati
2AcrostichumAcrostichum speciosum Wild.Mangrove sejati
3AvicenniaAvicennia lanata Ridley.Mangrove sejati
Avicennia marina Forsk. Vierh.Mangrove sejati
4BruguieraBruguiera clyndrica L. Bl.Mangrove sejati
5CeriopsCeriops decandra Griff. Ding HouMangrove sejati
Ceriops tagal Perr. C.B.Rob.Mangrove sejati
6DerrisDerristri foliata Lour.Mangrove ikutan
7ExcoeariaExcoearia agallocha L.Mangrove sejati
8HibiscusHibiscus tiliaceus L.Mangrove ikutan
9MorindaMorinda citrifolia L.Mangrove ikutan
10RhizoporaRhizopora apiculata BlumeMangrove sejati
Rhizopora mucronata Lam.Mangrove sejati
11WedeliaWedelia biflora L. DC.Mangrove ikutan

Tabel 1 menunjukkan ditemukan tiga genus yakni Avicennia, Ceriops, dan Rhizopora yang memiliki lebih dari satu spesies. Hal ini disebabkan genus tersebut dapat tumbuh baik di tempat yang selalu dilalui pasang surut air laut, tanah berlumpur, dapat beradaptasi dengan salinitas air yang tinggi dan hempasan gelombang. Genus tersebut juga memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi dan daya adaptasinya sangat baik. Jenis ini mempunyai sifat vivipar (biji yang berkecambah pada buah yang masih menempel pada ranting). Menurut (Mernisa dan Oktamarsetyani 2017) bahwa vivipar ini menyebabkan banyaknya semai yang tumbuh karena setiap biji yang jatuh ke tanah telah siap berkecambah. Genus yang lainnya hanya ditemukan 1 jenis, hal ini dikarenakan genus yang lain tidak dapat hidup dengan baik di tempat yang sering dilalui pasang surut sehingga menghambat proses pertumbuhan.

Indeks nilai penting (INP)

Indeks nilai penting merupakan parameter yang digunakan sebagai penunjuk dalam penentuan suatu jenis yang dominan dalam suatu komunitas. Spesies-spesies yang dominan dalam suatu komunitas akan memiliki indeks nilai penting yang tinggi, sehingga suatu jenis dapat dikatakan dominan apabila mempunyai indeks nilai penting yang tertinggi.

Berdasarkan rekapitulasi (INP) tingkat semai, pancang, pohon pada Tabel 3, diketahui nilai INP tertinggi pada semua tingkat pertumbuhan adalah jenis Avicennia marina Forsk. Vierh. dengan nilai INP 80,69% dan Derristri foliata Lour. dengan nilai  64,05% untuk tingkat semai, pada tingkat pancang dengan INP tertinggi adalah jenis Ceriops decandra Griff. Ding Hou dengan nilai INP sebesar 88,92% dan Excoearia agallocha L. dengan nilai INP sebesar 66,14% serta jenis Avicennia marina Forsk. Vierh. dengan nilai INP sebesar 62,34%, dan untuk tingkat pohon jenis dengan nilai INP tertinggi adalah jenis Avicennia lanata Ridley. dengan nilai INP sebesar 204,28%Hal ini dikarenakan pada kawasan mangrove tersebut khususnya pada zona, yang berhadapan langsung dengan laut yang banyak ditumbuhi Avicennia sp, selalu dilalui pasang surut air laut dan substrat tanah berlumpur. Sejalan dengan pendapat (Halidah 2016), yang menyatakan semai ditemukan dapat tumbuh dengan baik di tepi pantai berlumpur daerah mangrove, hingga di substrat yang berkadar garam sangat tinggi.

Nilai INP yang tinggi juga berpengaruh erat dengan substrat yang sebagian besar tanahnya berlumpur yaitu area endapan pada zona tepi pantai yang terjadi pada saat gelombang pasang surut dan disukai beberapa tegakan mangrove seperti Avicennia marina Forsk. Vierh. dan Ceriops decandra Griff. Ding Hou serta Avicennia lanata Ridley., selain itu dikarenakan tempat tumbuh Avicennia marina Forsk. Vierh. berada pada bagian depan pantai yang selalui dilalui pasang surut air laut Kartika et al. (2018).  Avicennia lanata Ridley. dan Ceriops decandra Griff. Ding Hou dapat tumbuh dengan baik dan bertoleran dengan lingkungan sekitar. Avicennia lanata Ridley. yang dapat tumbuh pada daerah yang kering dan toleran terhadap kadar garam yang tinggi sehingga membuat Avicennia lanata Ridley. mudah ditemukan, begitu pula dengan Ceriops decandra Griff. Ding Hou yang dapat tumbuh baik pada bagian pinggir mangrove di bagian daratan dan daerah yang salinitas rendah Noor et al. (2012).

Nilai INP terendah untuk tingkat pertumbuhan semai adalah Wedelia biflora L. DC. dengan nilai INP sebesar 6,12%. Hal ini dikarenakan habitat dari Wedelia biflora L. DC. yang tumbuh pada daerah tepi sungai atau perairan, dan banyak ditemukan pada area yang terbuka untuk mendapat sinar matahari yang cukup sehingga Wedelia biflora L. DC. sedikit dijumpai. Nilai INP terendah untuk pertumbuhan tingkat pancang dan pohon adalah Morinda citrifolia L. dengan nilai sebesar 2,72% tingkat pancang dan nilai sebesar 6,26 tingkat pohon. Hal tersebut disebabkan karena Morinda citrifolia L. tidak dapat bersaing dengan baik terhadap rumput atau gulma lain di tanah yang dalam dan berlumpur, serta tumbuh pada daerah aliran sungai yang terbuka sehingga tidak banyak dijumpai pada area penelitian.

Sejalan dengan (Momo dan Rahayu 2018) mengatakan bahwa peran jenis dalam suatu komunitas digambaran dari besarnya indeks nilai penting suatu jenis. Indeks nilai penting suatu jenis semakin besar berarti semakin besar juga peranan jenis tersebut dalam komunitas hutan dan sebaliknya semakin kecil indeks nilai penting suatu jenis bearti semakin kecil juga peran jenis tersebut dalam suatu komunitas terhadap kestabilan ekosistem hutan.

Tabel 2. Rekapitulasi indeks nilai penting (INP) jenis vegetasi mangrove tingkat semai, pancang, dan pohon (Recapitulation of the important value index of mangrove vegetation the seedling, sapling, and tree levels)

NoNama ilmiahNama lokalIndeks Nilai Penting (INP)
SemaiPancangPohon
INP%INP%INP%
1Acanthus ilicifolius L.Jeruju hitam10,14
2Acrostichum speciosum Wild.Piai lasa39,00
3Avicennia lanata Ridley.Api-api204,28
4Avicennia marina Forsk. Vierh.Api-api putih80,6962,34
5Bruguiera clyndrica L. Bl.Tanjang putih49,86
6Ceriops decandra Griff. Ding HouTengar88,92
7Ceriops tagal Perr. C.B.Rob.Tangar15,30
8Derristri foliata Lour.Engkatek64,05
9Excoearia agallocha L.Buta-buta66,1465,37
10Hibiscus tiliaceus L.Waru laut13,358,79
11Morinda citrifolia L.Mengkudu2,726,26
12Rhizopora apiculata BlumeBakau minyak11,96
13Rhizopora mucronata Lam.Bakau korap4,71
14Wedelia biflora L. DC.Seruni6,12
Total Jumlah200300300

 

Struktur Vegetasi Mangrove

Struktur tegakan hutan meliputi gambaran mengenai sebaran pohon, kelas diameter, dan tinggi lapisan tajuk yang menyusun suatu tegakan (Richard 1964; Meyer et al. 1961). Struktur tegakan dapat menjadi indikasi permudaan alami yang sedang berlangsung. Jumlah individu pada tingkat pertumbuhan vegetasi dalam kawasan hutan mangrove Desa Semelagi Besar dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah individu pada setiap tingkat pertumbuhan vegetasi dalam kawasan mangrove (The number of individuals at each level of vegetation growth in the mangrove)

NoSpesiesJumlah individu/Ha
SemaiPancangPohon
1Acanthus ilicifolius L.36
2Acrostichum speciosum Wild.132
3Avicennia lanata Ridley.554
4Avicennia marina Forsk. Vierh.657282
5Bruguiera clyndrica L. Bl.203
6Ceriops decandra Griff. Ding Hou395
7Ceriops tagal Perr. C.B.Rob.41
8Derris trifoliata Lour.226
9Excoearia agallocha L.100185
10Hibiscus tiliaceus L.3920
11Morinda citrifolia L.616
12Rhizopora apiculata Blume43
13Rhizopora mucronata Lam.15
14Wedelia biflora L. DC.22
Total/Ha15.779,412.548,24480

Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa jumlah individu/ha vegetasi mangrove di Desa Semelagi ada kecenderungan berkurang, dari mulai tingkat pertumbuhan semai, pancang, dan pohon, dengan nilai kerapatan yang berbeda jauh. Nilai kerapatan untuk pertumbuhan semai adalah 15.779,41/ha, 2.548,24/ha tingkat pancang dan 480/ha untuk tingkat pohon. Berdasarkan nilai kerapatan yang diperoleh dari semua tingkat pertumbuhan dapat dikatakan bahwa kerapatan dari kawasan hutan mangrove Desa Semelagi Besar termasuk katagori jarang (Keputusan Menteri Lingkungann Hidup No. 201 Tahun 2004).

Secara umum jumlah individu vegetasi, ada kecenderungan membentuk struktur tegakan yang hampir normal menurut hukum de Liocort dengan kurva J terbalik seperti terlihat pada Gambar 1. Menurut hukum de Liocort, suatu tegakan hutan alam dikatakan normal jika kurvanya membentuk J terbalik.

Gambar 1. Grafik struktur vegetasi dalam kawasan hutan mangrove (Graph of vegetation structure in a mangrove forest area)

Data hasil penelitian menemukan jumlah individu permudaan tingkat semai per hektar sebanyak 1.073, pancang 1.083 dan pohon 816. Berdasarkan jumlah individu setiap jenis vegetasi seperti pada Gambar 1 terlihat bahwa seluruh spesies vegetasi mengrove tersebut menunjukkan struktur yang normal, dalam hal yang sama dapat dilihat pada Gambar 1. (Astriyani dan Pambudhi 2010) mengemukakan bahwa struktur tegakan normal yang mengikuti pola kurva J terbalik, dimana populasi tegakan dengan dimensi yang lebih kecil (diameter kecil) lebih banyak dalam kerapatan (pohon/ha) dibandingkan dengan diameter besar.

Indeks dominansi (C)

Indeks dominansi (C) merupakan parameter yang digunakan dalam suatu komunitas untuk menyatakan tingkat terpusatnya dominansi suatu spesies. Menurut (Indriyanto 2006), penguasaan atau dominansi spesies dalam komunitas bisa terpusat pada satu spesies, beberapa spesies, atau pada banyak spesies yang dapat diperkirakan dari tinggi rendahnya nilai indeks dominansi. Nilai indeks dominansi yang tinggi pada suatu spesies, maka dominansi terdapat pada satu spesies. Nilai indeks dominansi yang rendah, maka dominansiterpusat pada beberapa spesies.

Tabel 4. Rekapitulasi indeks dominansi (C) jenis vegetasi mangrove tingkat semai, pancang, dan pohon (Recapitulation of the dominance index of mangrove vegetation the seedling level,sapling, and tree levels)

NoNama ilmiahNama lokalIndeks Dominansi (D)
SemaiPancangPohon
1Acanthus ilicifolius L.Jeruju hitam0,0011
2Acrostichum speciosum Wild.Piai lasa0,0151
3Avicennia lanata Ridley.Api-api0,4609
4Avicennia marina Forsk. Vierh.Api-api putih0,37490,0678
5Bruguiera clyndrica L. Bl.Tanjang putih0,0351
6Ceriops decandra Griff. Ding HouTengar0,1330
7Ceriops tagal Perr. C.B.Rob.Tangar0,0025
8Derristri foliata Lour.Engkatek0,0444
9Excoearia agallocha L.Buta-buta0,00850,0514
10Hibiscus tiliaceus L.Waru laut0,00130,0006
11Morinda citrifolia L.Mengkudu0,00000,0004
12Rhizopora apiculata BlumeBakau minyak0,0016
13Rhizopora mucronata Lam.Bakau korap0,0002
14Wedelia biflora L. DC.Seruni0,0004
Total0,435960,247580,51584

Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai indeks dominansi pada tingkat pertumbuhan semai adalah sebesar C=0,43569, nilai C=0,24758 untuk tingkat pancang, dan nilai C=0,51584 pada tingkat pohon. Berdasarkan hasil data yang tertuang pada Tabel 4 dapat dikatakan pada pertumbuhan tingkat pohon terdapat spesies yang mendominasi atau nilai C >0,5 dengan kategori dominansi sedang yaitu jenis Avicennia lanata Ridley. Hal ini disebabkan pada pertumbuhan tingkat pohon Avicennia lanata Ridley. dapat tumbuh dan bersaing dengan baik. Menurut (Nybaken 1998) ada sekitar 4 jenis Avicennia di Indonesia, namun jenis Avicennia lanata Ridley. merupakan jenis yang mempunyai toleransi yang cukup tinggi.

Berbeda dengan hasil penelitian Khairunnisa et al. (2020) di Desa Dusun Besar Kabupaten Kayong Utara dengan nilai tidak ada yang mendekati 1 (C < 0,5). Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, terdapat perbedaan nilai C pada tingkat pertumbuhan mangrove, pada hutan mangrove Desa Semelagi Besar memiliki nilai C lebih tinggi untuk pertumbuhan tingkat pohon berbanding terbalik dengan dengan hutan mangrove Desa Dusun Besar.

Hotden et al. (2014) menyatakan bahwa suatu vegetasi akan mendominasi apabila jenis vegetasi tersebut mampu berkompetisi dengan baik untuk memperoleh unsur hara dari jenis mangrove yang lainnya, serta pada lingkungan yang mendukung keberhasilan hidupnya.

Indeks keanekaragaman jenis (H’)

Indeks keanekaragaman jenis merupakan ciri tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya. Keanekaragaman jenis dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas. Keanekaragaman jenis juga dapat digunakan untuk mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponen-komponennya (Soegianto 1994).

Keanekaragaman jenis yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi karena adanya interaksi jenis yang terjadi dalam komunitas. Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi jika komunitas disusun oleh banyak jenis. Sebaliknya jika komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang rendah jika komunitas disusun oleh sedikit saja jenis yang dominan (Indriyanto 2006).

Tabel 5. Rekapitulasi indeks keanekaragaman jenis (H’) vegetasi mangrove tingkat semai, pancang, dan pohon (Recapitulation of the mangrove vegetation diversity index the seedling level, sapling, and tree levels)

NoNama ilmiahNama lokalIndeks Keanekaragaman Jenis  (H’)
SemaiPancangPohon
1Acanthus ilicifolius L.Jeruju hitam0,0495
2Acrostichum speciosum Wild.Piai lasa0,1120
3Avicennia lanata Ridley.Api-api0,1142
4Avicennia marina Forsk. Vierh.Api-api putih0,13040,1522
5Bruguiera clyndrica L. Bl.Tanjang putih0,1363
6Ceriops decandra Griff. Ding HouTengar0,1598
7Ceriops tagal Perr. C.B.Rob.Tangar0,0653
8Derristri foliata Lour.Engkatek0,1425
9Excoearia agallocha L.Buta-buta0,09550,1461
10Hibiscus tiliaceus L.Waru laut0,05200,0395
11Morinda citrifolia L.Mengkudu0,01250,0335
12Rhizopora apiculata BlumeBakau minyak0,0556
13Rhizopora mucronata Lam.Bakau korap0,0257
14Wedelia biflora L. DC.Seruni0,0346
Total0,46900,68960,3985

Berdasarkan dari hasil analisis data yang didapatkan pada Tabel 5, keanekaragaman jenis vegetasi hutan mangrove di Desa Semelagi Besar untuk pertumbuhan tingkat semai, pancang, dan pohon tergolong rendah karena memiliki nilai H’ < 1. Nilai yang didapatkan untuk tingkat semai dengan nilai total H’ sebesar 0,4690, untuk tingkat pancang dengan total nilai H’ sebesar 0,6896 dan untuk tingkat pohon dengan nilai total H’ sebesar 0,3985. Hal ini menunjukkan bahwa ekosistem mangrove tersebut memiliki produktivitas yang tidak cukup baik dan kondisi ekosistem tidak cukup seimbang, kondisi perairan tidak stabil, dan terdapat suatu komunitas yang mendominasi. Sejalan dengan pendapat Yulinda et al. (2015) rendahnya keanekaragaman vegetasi mangrove juga dipengaruhi adanya aktifitas masyarakat yang secara langsung merusak mangrove, khususnya dekat dengan pusat pemukiman masyarakat. Faktor dari tekanan aktivitas masyarakat mengambil kayu untuk dijadikan kayu bakar atau pancang untuk tanaman palawija maupun sebagai bahan dalam pembuatan pondok berteduh juga sangat berpengaruh atas rendahnya keanekaragaman jenis vegetasi mangrove tingkat pohon.

Hasil penelitian ini seperti hasil penelitian Khairunnisa et al. (2020) di Desa Dusun Besar Kabupaten Kayong Utara memiliki keanekaragaman jenis mangrove yang rendah, dikarenaan nilai H’ kurang dari 1 (H'< 1). Menurut (Indriyanto 2006) nilai keanekaragaman suatu komunitas sangat bergantung pada jumlah jenis dan jumlah individu yang terdapat pada komunitas tersebut. Keanekaragaman jenis suatu komunitas akan tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak jenis dan tidak ada species yang mendominasi. Sebaliknya, suatu komunitas memiliki nilai keanekaragaman jenis yang rendah, jika komunitas itu disusun oleh sedikit jenis dan ada species yang dominan.

Indeks kemerataan jenis (E)

Nilai indeks kemerataan jenis digunakan untuk mengukur derajat kemerataan individu suatu spesies dalam komunitas. Kemerataan menggambarkan keseimbangan antara satu komunitas dengan komunitas lainnya. Menurut (Magurran 1988), nilai kemerataan yang mendekati satu menunjukkan bahwa suatu komunitas semakin meratapenyebarannya, sedangkan jika nilai mendekati nol maka semakin tidak rata atau rendah.

Berdasarkan hasil analisis data yang tertuang pada Tabel 6, nilai total kemerataan yang diperoleh pada pertumbuhan tingkat semai, pancang, dan pohon yaitu tergolong rendah karena nilai yang didapatkan e < 0,4 dibawah kriteria indeks kemerataan jenis yang berarti kemerataan jenis mangrove pada setiap areal atau kawasan hutan tidak merata. Nilai yang didapatkan untuk pertumbuhan tingkat semai yaitu sebesar 0,2172, nilai untuk tingkat pancang yaitu sebesar 0,3351, dan nilai untuk tingkat pohon yaitu sebesar 0,2047. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Prastomo et al. (2017) pada hutan mangrove di Desa Nusapati Kabupaten Mempawah, nilai indeks kemerataan jenis yang didapatkan yaitu e < 0,4. Menurut Kharunnisa et al. (2020) rendahnya nilai kemerataan jenis dikarenakan pada setiap petak dan jalur penelitian tidak selalu memiliki jenis yang sama dan ada jenis yang mendominan.

Nilai kemerataan jenis yang rendah pada hutan mangrove Desa Semelagi Besar menunjukkan bahwa keseimbangan antara komunitas pada areal atau kawasan lainnya tidak merata. Menurut Prastomo et al. (2017) menyatakan bahwa vegetasi mangrove yang tidak merata (e kurang dari 1) dapat dikatakan bahwa dalam setiap petak yang diteliti tidak setiap petak selalu memiliki jenis yang sama dan juga pada setiap jalur tidak semua jalur memiliki jenis yang sama.

Tabel 6. Rekapitulasi indeks kemerataan jenis (E) vegetasi mangrove tingkat semai, pancang, dan pohon (Recapitulation of evenness index of mangrove vegetation species the Seedling, sapling, and tree levels)

NoNama ilmiahNama lokalIndeks Kemerataan Jenis (e)
SemaiPancangPohon
1Acanthus ilicifolius L.Jeruju hitam0,0318
2Acrostichum speciosum Wild.Piai lasa0,0528
3Avicennia lanata Ridley.Api-api0,0416
4Avicennia marina Forsk. Vierh.Api-api putih0,04630,0621
5Bruguiera clyndrica L. Bl.Tanjang putih0,0591
6Ceriops decandra Griff. Ding HouTengar0,0615
7Ceriops tagal Perr. C.B.Rob.Tangar0,0405
8Derristri foliata Lour.Engkatek0,0605
9Excoearia agallocha L.Buta-buta0,04780,0645
10Hibiscus tiliaceus L.Waru laut0,03270,0303
11Morinda citrifolia L.Mengkudu0,01610,0278
12Rhizopora apiculata BlumeBakau minyak0,0341
13Rhizopora mucronata Lam.Bakau korap0,0219
14Wedelia biflora L. DC.Seruni0,0258
Total0,21720,33510,2047

 

Kesimpulan

Jenis vegetasi yang dijumpai di lokasi hutan mangrove Desa Semelagi Besar Kecamatan Selakau Kabupaten Sambas adalah sebanyak 14 jenis dan 3 genus, dengan nilai INP tertinggi pada pertumbuhan tingkat semai terdapat pada jenis Avicennia marina Forsk. Vierh. dengan nilai sebesar 80,69%, untuk pertumbuhan pada tingkat pancang terdapat pada jenis Ceriops decandra Griff. Ding Hou dengan nilai sebesar 88,92%, dan untuk pertumbuhan pada tingkat pohon jenis yang memiliki nilai INP tertinggi yaitu terdapat pada jenis Avicennia lanata Ridley. dengan nilai sebesar 204,28%. Struktur vegetasi yang berada di kawasan hutan mangrove Desa Semelagi Besar menunjukkan sebaran struktur horizontal L form yang berarti jumlah permudaan alam cukup berlimpah, dan semakin berkurang dengan bertambahnya tingkat pertumbuhannya.

Nilai indeks dominansi yang didapat pada data hasil analisis, didapatkan C > 0,5 yaitu terdapat pada pertumbuhan tingkat pohon dengan nilai total sebesar 0,51584, yang dimana nilai C >0,5 termasuk dalam kategori dominansi sedang. Jenis yang mendominasi pada pertumbuhan tingkat pohon yaitu terdapat pada Avicennia lanata Ridley. Keanekaragaman jenis vegetasi mangrove pada hutan mangrove Desa Semelagi Besar tergolong rendah, karena memiliki nilai H'< 1. Nilai indeks kemerataan jenis vegetasi mangrove pada hutan mangrove Desa Semelagi Besar termasuk rendah, berarti kemerataan jenis mangrove pada setiap areal atau kawasan hutan tidak merata. Hal ini menunjukkan bahwa ekosistem mangrove tersebut memiliki produktifitas yang tidak cukup baik dan kondisi ekosistem tidak cukup seimbang, kondisi perairan tidak stabil, dan terdapat suatu komunitas yang mendominasi.

 

DAFTAR PUSTAKA

Astriyani, & Pambudhi, F. 2010. Analisis Bentuk Struktur dan Hubungannya Dengan Riap Tegakan Tunggal Hutan Alami Produksi. Jurnal Kehutanan Tropika Humida 3(1): 28-41.

Hotden, Khairijon, & Isda, M.N. 2014. Analisis Vegetasi Mangrove di Eosistem Mangrove Desa Tapian Nauli I Kecamatan Tapian Nauli Tengah Provinsi Sumatera Utara. Jurnal FMIPA 1(2): 1-11.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta(ID): PT Bumi Aksara.

Kementrian Kehutanan Republik Indonesia. (2013). Profil Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat. Jakarta(ID): Kementrian Kehutanan.

Khairunnisa, C., Thamrin, E., & Prayogo H. 2020. Keanekaragaman Jenis Vegetasi Mangrove di Desa Dusun Besar Kecamatan Pulau Maya Kabupaten Kayong Utara. Jurnal Hutan Lestari 8(2): 325-336.doi:10.26418/jhl.v8i2.40074.

Kartika, F.T., Istomo, & Aminah, S. 2018. Keanekaragaman Jenis Mangrove di UPT KPHP Bulungan Unit VIII Kalimantan Barat. Jurnal Media Konservasi. 23(3): 253-261.

Kusmana C. 1997. Metode survey vegetasi. Bogor(ID): IPB Pr.

Kusmana C. 2003. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Bogor(ID): IPB Pr.

Magurran, A.E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey(US): Princeton University Pr.

Mernisa, M., & Oktamarsetyani, W. 2017. Keanekaragaman Jenis Vegetasi Mangrove di Desa Sebong Lagoi Kabupaten Bintan. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Biologi. Universitas Negeri Yogyakarta. No: 39-40b.

Momo, H., & Rahayu, S. 2018. Analisis Vegetasi Hutan di Desa Wambona Kecamatan Wakorumba Selatan Kabupaten Muna. Jurnal Akuakultur, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.2(1):10-16.doi.org./10.29239/j.akuatikisle.

Muzaki, & Kamal, F. 2012. Menjelajah Hutan Mangrove Surabaya. Surabaya(ID): Lembaga Penelitian dan Pengelolaan Masyarakat ITS.

Noor, Y.R., Khazali, R.M., & Suryadiputra, I.N.N. 2012. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor(ID): PHKA/WI-IP.

Nyabakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta(ID): Gramedia Pustaka Utama.

Odum, E.P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan Tjahojono Samingan. Yogyakarta(ID): Edisi Ketiga Universitas GajahMada Pr.

Prastomo, R.H., Herawatingingsih, R., & Latifah, S. 2017. Keanekaragaman Vegetasi di Kawasan Hutan Mangrove Desa Nusapati Kabupaten Mempawah. Jurnal Hutan Lestari 5(2): 556-562.doi:10.26418/jhl.v5i2.20543.

Richard, P.W. 1964. The Tropical Rain Forest: An Ecology Study. Cambridge(UK): Cambridge University Press.

Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif : Metode Analisis Populasi Dan Komunitas. Jakarta(ID): Usaha Nasional.

Soerianegara, I., & Indrawan, A. 1978. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor(ID): IPB.

Supriharyono. 2000. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di wilayah pesisir tropis. Jakarta Pusat(ID): Gramedia.

Supriharyono. 2009. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati Dan Wilayah Pesisir Dan Laut Tropis. Yogyakarta(ID): Pustaka Pelajar.

Yulinda, R.A., Ferny, M.S., & Sri, N.H. 2015. Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan 3(1): 11-15.

Catatan : Jurnal ini sudah terbit di Jurnal Lingkungan Hidup Tropis (JLHT), dengan alamat : https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jlht/article/view/60667

No Comments

Post A Comment